RADAR-BARRU.COM--Masyarakat Desa Pacekke, boleh berbangga, betapa tidak tradisi, Mattojang Desa Pacekke, dari Kabupaten Barru resmi menjadi warisan budaya tak benda Indonesia.
Penetapan itu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI l, Apresiasi Penetapan Warisan Budaya Tak Benda 31 Agusutus 2023 tahun ini.
Hal tersebut merupakan tindak lanjut dari keikutsertaan Desa Pacekke, Kabupaten Barru mengusulkan warisa budaya.
Kepala Desa Pacekke, Dahlan mengungkapkan, warisan-warisan budaya tak benda itu akan mendapat sertifikat langsung dari Kemedikbud RI.
” Alhamdulillah Mattojang ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia," kata Dahlan saat di hubungi melalui telepon, Senin (05/09/2023) Siang.
Sebelumnya, Kabupaten Barru mengusulkan tiga warisan budaya tak benda, yakni Mattojang Desa Pacekke, Pesta Panen Desa Siawung, Genrang Riwakkang Desa Pujananting.
Mattojang sebagai pesta ada warga Desa Pacekke sebagai warisan budaya tradisional diadakan tiap tahunnya dilapangan Desa Pacekke usai masyarakat pesta Panen.
Menurut Kepala Desa Pacekke, Dahlan sertifikat Mattojang dari Kemendikbud RI, akan diterima nanti tahun ini akan diserahkan oleh Pak Menteri semakin menguatkan posisinya sebagai cipta karya dan budaya asli dari Desa Pacekke.
Diketahui Tradisi mappadendang dan mattojang dilaksanakan masyarakat Desa Paccekkeq sebagai bentuk rasa syukur setelah melakukan panen serta sebagai bentuk penghormatan kepada Dewi Padi (Sangiyang Serri) agar mendapat keberkahan yang lebih dari sebelummnya dari sang kuasa.
Pelaksanaan mappadendang dan mattojang khususnya di Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru sering dilaksanakan di Desa Lampoko, Desa Siddo, Desa Kading dan Desa Paccekkeq.
Tradisi mappadendang dan mattojang pada suku Bugis atau bisa disebut sebagai pesta panen adat Bugis di Sulawesi Selatan. Pesta ini disebut sebagai pesta kaum tani pada suku Bugis dan pesta rasa syukur atas keberhasilan dalam proses penanaman padi. Pesta tani ini dilakukan dengan cara besar-besaran oleh kelompok masyarakat dan diyakini mengandung makna yang mendalam bagi penganutnya.
Mappadendang dan mattojang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, yaitu setiap setelah panen raya atau setelah panen berlangsung. Padi tahunan biasannya dituai pada panen kedua musim timur (timoro) dalam siklus waktu satu tahun.
Tim: redaksi
Posting Komentar